Selalu tampil konsisten di setiap laga, serta menjadi salah satu ujung tombak di sebuah klub tentu mampu menjadikan seorang pemain sepakbola sebagai cikal bakal seorang legenda tak terkecuali Giuseppe Signori.
Jika berbicara postur, bisa dikatakan jika Signori bukanlah pemain berpostur ideal untuk posisi striker sekelas Liga Italia Serie A, namun hal tersebut tak serta merta menjadikannya pemain golongan biasa saja. Badannya yang terhitung kecil, kurang tinggi dan tak begitu kekar nyatanya tak membuat Signori takluk akan kompetisi tertinggi di negeri pizza. Meski sering kali mendapatkan benturan dari pemain lain, Signori justru diyakini sebagai dewa kidal terbaik Italia lantaran kemampuan luar biasa yang dimiliki kaki kirinya. Sering disebut mempunyai magis, kaki kiri Signori nyatanya mampu melesatkan bola ke jala lawan dengan akurasi dan timing yang istimewa baik dengan tendangan first time atau bahkan bola-bola mati di kisaran kotak penalti.
Ketika masih berada di kubu Lazio, Signori pernah menjadi Capocannoniere Serie A sebanyak 3 kali dalam 1 dekade tepatnya di tahun 1990 hingga tahun 2000. catatan tersebut sekaligus membuat Signori menyamai rekor yang selama ini dipegang oleh Michael Platini yang mengukir prestasi tersebut selama deka 1980 hingga 1990.
Mempunyai selera tinggi boleh jadi memang sudah mendarah daging dalam diri Signori, meski waktu kecil sempat bercita-cita sebagai insinyur mesin nyatanya sang legenda justru berlabuh ke dunia si kulit bundar.
Namun dibalik kesuksesan Signori semua kebahagian yang ia dapatkan tentunya tak semulus apa yang kita bayangkan. Hambatan serta jalan berliku bisa dikatakan makanan sehari-hari Signori. Di awal karirnya ia bahkan selalu gagal menjadi pemain inti kala memperkuat tim muda Inter Milan. Berawal dari kegagalan tersebut Signori justru mulai melirik peluang untuk bergabung dengan klub lain.
Kala itu hanya klub divisi 4 Italia yang mau menerima jasa sang pemain. Yang unik dalam hal ini adalah, Signori bisa bermain di klub tersebut lantaran bisa memperbaiki mesin tekstil milik presiden klub divisi 4 Italia, Leffe. Tanpa malu-malu lagi Signori pun dengan senang hati langsung terjun ke kompetisi kasta bawah. Dan siapa yang menyangka jika Signori mulai membangun reputasi sejak bergabung di klub tersebut.
Selama 3 musim berlalu, jalan terjal terus didaki oleh pemain yang identik dengan rambut gondrongnya tersebut. Dan terbukti segala kepahitan serta kerja kerasnya selama ini terbayar oleh cahaya keberuntungan. Kala itu Signori bergabung dengan klub sepakbola bernama Foggia, 2 tahun bersama Foggia ia pun dipanggil untuk memperkuat Timnas Italia untuk pertama kalinya. Setahun kemudian tepatnya di tahun 1992, Signori masuk kedalam bursa transfer dan bergabung bersama Lazio.
Tak dipungkiri jika bakat bermain bolanya semakin terasah tajam dan nalurinya mencetak gol kian buas. Permainannya yang mencolok membuat banyak klub-klub besar memfokuskan matanya ke Signori. Menjadi maskot pasukan Lazio, penampilan Signori terbukti mengesankan dengan menjebol gawang Parma sebanyak 2 kali. Semusim berjalan, Signori berhasil mengoleksi gol yang sangat mengagumkan hingga membawa dirinya menjadi Capocannoniere Serie A.
Di musim berikutnya, Signori berhasil mengukir prestasi serupa tepatnya di tahun 1996 dengan mendapat penghargaan berupa sepatu emas. Torehan gol-gol manis yang selalu dipersembahkan Signori membuatnya menjadi salah satu legenda ternama Lazio, bahkan striker yang terkenal berkat kaki kirinya tersebut juga pernah didewakan oleh masyarakat kota Roma.
3 kali menjadi top skorer, Signori lantas meninggalkan klub dengan berada di kawasan Roma tersebut. Tepatnya di tahun 1997, ia langsung menuju Sampdoria untuk bermain. Namun sayang ia hanya mencetak 7 gol dari 17 kali pertandingan.
Selang beberapa waktu, Signori memutuskan untuk merumput bersama Bologna. Dan benar saja, pertama kali memperkuat Bologna, Signori berhasil menyumbang 15 gol yang 5 diantaranya didapat saat perebutan Piala UEFA.
Bersama Bologna, Signori hanya menikmati pertandingan internasional sebanyak 30 kali, karirnya di timnas secara otomatis pun terhenti akibat Arrigo Sacchi mendepaknya. Hal tersebut akibat sang pemain kerap kali dinilai kurang disiplin. Akibat hal itu, Signori pun memilih pensiun dari dunia internasional dan memilih untuk bermain bersama klub. Memasuki tahun 2006 sang pemain pun memutuskan untuk gantung sepatu dan memilih hidup layaknya orang biasa bersama sang istri.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bijak dan sesuai topik